Kami sekeluarga tinggal di Kecamatan terpencil di Kabupaten Sumbawa bagian selatan. Sehari-hari kami dan mayoritas penduduk berpenghasilan sebagai petani. Biasanya pagi-pagi buta Ayah sudah berangkat ke sawah dengan menuntun sepasang sapi yang digunakan untuk membajak sawah. Kemudian menyusul Ibu dengan membawa makanan untuk makan siang seadanya.
Tidak mengenal lelah Ayah dan Ibu melakukan rutinitas yang sangat menguras keringat untuk menghidupi kami, membelikan baju baru ketika Hari Raya tiba dan membiayai sekolah kami.
Rumah sederhana yang kami miliki pun hanya berdinding anyaman bambu, ketika musim dingin menyerang dan merasuk kedalam tulang, kami hanya bisa merapatkan diri dengan berselimut usang. Lampu tempel dari minyak tanah sebagai penerangan kami ketika makan dan belajar, setelah waktu tidur tiba maka lampu minyak tanah mati total, hanya lampu senter yang menemani untuk mengecek sekitar ketika ada gonggongan anjing ataupun suara yang mencurigakan.
Tapi kebersamaan kita tidak berlangsung lama, tahun 2002 Ayah mulai mengalami penurunan kesehatan, tekanan darah tinggi menggerogoti kesehatan ayah. Ketika Rumah Sakit di Sumbawa tidak mampu lagi memulihkan kesehatan Ayah, akhirnya kami sekeluarga memutuskan untuk merujuk ke Rumah Sakit dengan peralatan lebih lengkap di Bali. Tapi takdir berkata lain tahun 2003 Ayah menghembuskan nafas terakhir di Bali, tidak semua kami anak-anaknya berada disamping ketika Ayah tiada. Saya ketika itu masih berada di Lombok, bekerja dengan upah seadanya, dan lebih menyedihkan uang tidak cukup untuk melakukan perjalanan ke Bali. Dan kami sekeluarga sempat bertemu jasad Ayah untuk terakhir kalinya sebelum di kremasi.
Sepeninggal Ayah, kami mulai menata hidup dengan tertatih-tatih, biasanya ada sosok yang mengayomi, melindungi dan merawat kami dan kini harus bertumpu pada Ibu yang sudah mulai termakan usia. Sungguh kami beruntung memiliki Ibu yang pekerja keras, merawat kami selama belasan tahun, hingga kami beranjak dewasa dan telah memiliki keluarga.
Kami belum bisa sepenuhnya memanjakan Ibu, tapi kami akan selalu berusaha membahagiakan, mengurangi derita dan beban hidup yang menghimpit sepeninggal Ayah, agar kami bisa bersama-sama lebih lama.
Terima kasih kepada keluarga besar yang selama ini sangat membantu kami, perhatian dari keluarga besar yang tanpa kenal lelah selalu memberi perhatian buat kami keluarga yang masih muda dan labil. Sejauh apapun jarak yang memisahkan, kita tetap saudara.
Inilah Ayah pekerja keras yang kami banggakan....Terima Kasih Ayah...kami belum sempat membahagiakanmu.
KAMI RINDU AYAH
No comments:
Post a Comment