Wednesday, May 27, 2015

Kami Rindu Ayah




Kami sekeluarga tinggal di Kecamatan terpencil di Kabupaten Sumbawa bagian selatan. Sehari-hari kami dan mayoritas penduduk berpenghasilan sebagai petani. Biasanya pagi-pagi buta Ayah sudah berangkat ke sawah dengan menuntun sepasang sapi yang digunakan  untuk membajak sawah. Kemudian menyusul Ibu dengan membawa makanan untuk makan siang seadanya.
Tidak mengenal lelah Ayah dan Ibu melakukan rutinitas yang sangat menguras keringat untuk menghidupi kami, membelikan baju baru ketika Hari Raya tiba dan membiayai sekolah kami.

Rumah sederhana yang kami miliki pun hanya berdinding anyaman bambu, ketika musim dingin menyerang dan merasuk kedalam tulang, kami hanya bisa merapatkan diri dengan berselimut usang. Lampu tempel dari minyak tanah sebagai penerangan kami ketika makan dan belajar, setelah waktu tidur tiba maka lampu minyak tanah mati total, hanya lampu senter yang menemani untuk mengecek sekitar ketika ada gonggongan anjing ataupun suara yang mencurigakan.

Tapi kebersamaan kita tidak berlangsung lama, tahun 2002 Ayah mulai mengalami penurunan kesehatan, tekanan darah tinggi menggerogoti kesehatan ayah. Ketika Rumah Sakit di Sumbawa tidak mampu lagi memulihkan kesehatan Ayah, akhirnya kami sekeluarga memutuskan untuk merujuk ke Rumah Sakit dengan peralatan lebih lengkap di Bali. Tapi takdir berkata lain tahun 2003 Ayah menghembuskan nafas terakhir  di Bali, tidak semua kami anak-anaknya berada disamping ketika Ayah tiada. Saya ketika itu masih berada di Lombok, bekerja dengan upah seadanya, dan lebih menyedihkan uang tidak cukup untuk melakukan perjalanan ke Bali. Dan kami sekeluarga sempat bertemu jasad Ayah untuk terakhir kalinya sebelum di kremasi.

Sepeninggal Ayah, kami mulai menata hidup dengan tertatih-tatih, biasanya ada sosok yang mengayomi, melindungi dan merawat kami dan kini harus bertumpu pada Ibu yang sudah mulai termakan usia. Sungguh kami beruntung memiliki Ibu yang pekerja keras, merawat kami selama belasan tahun, hingga kami beranjak dewasa dan telah memiliki keluarga.
Kami belum bisa sepenuhnya memanjakan Ibu, tapi kami akan selalu berusaha membahagiakan, mengurangi derita dan beban hidup yang menghimpit sepeninggal Ayah, agar kami bisa bersama-sama lebih lama.



Terima kasih kepada keluarga besar yang selama ini sangat membantu kami, perhatian dari keluarga besar yang tanpa kenal lelah selalu memberi perhatian buat kami keluarga yang masih muda dan labil. Sejauh apapun jarak yang memisahkan, kita tetap saudara.

Inilah Ayah pekerja keras yang kami banggakan....Terima Kasih Ayah...kami belum sempat membahagiakanmu.                              
                                                            KAMI RINDU AYAH 

 

    

Tuesday, May 26, 2015

Manado, Kecantikan Gadis, Alam dan Kerukunan Umat Beragama

 

Kecantikan gadis pribumi Manado sudah terkenal di seluruh Indonesia, jika anda tanyakan ke masyarakat luar Manado, gadis manakah yang paling cantik? Salah satunya akan menjawab Gadis Manado. Bahkan kita sering mendengar para Ibu-ibu khawatir jika suaminya bertugas atau berkunjung ke Manado, takut jika suaminya kecantol gadis Manado. Kekhawatiran itu sangat beralasan karena Manado tempatnya gadis-gadis cantik, baik di Kota hingga ke pedesaan terpencil. Tapi itu tidak sepenuhnya benar karena tidak segampang itu juga gadis Manado akan tertarik dengan laki-laki yang belum dikenal. 

Kenapa gadis Manado mendekati sempurna? Berdasarkan rumor yang kami dapat bahwa erat kaitannya dengan jaman penjajahan Belanda, yaitu banyak gadis Manado dipinang oleh orang Belanda sehingga kulit orang Manado Putih bersih. Setidaknya ada 2 wilayah yang diperbincangkan memiliki gadis dominan cantik yaitu Tondano dan Tomohon.
Ada sebutan yang disematkan kepada gadis-gadis Manado yaitu Budo. Budo adalah sebutan untuk gadis cantik yang memiliki kulit putih. Salah satu daya tarik para pelancong datang ke Manado, karena selain memiliki keindahan alam darat dan laut yang tidak kalah dengan daerah lain, juga karena rasa penasaran mengenai rumor dan kabar kecantikan gadis Manado sudah menyebar ke seluruh Indonesia.

Ada beberapa tempat tujuan wisata yang patut Anda kunjungi adalah
Bunaken- Photo source tourtravelling.com


  • Taman Laut Bunaken
  • Kelenteng Ban Hi Kiong
  • Museum Daerah Manado
  • Pulau Manado Tua
  • Pulau Siladen
  •  Tugu Peringatan Perang Dunia II
  • Pantai Tasik Ria
  • Kuburan Kuno Sawangan
  • Gunung Klabat
  • Makam Ibu Walanda Maramis
  • Ranopaso
  • Tomohon
  • Tondano
  • Goa Jepang
  • Tara-Tara
  • Air Terjun Kali
Saat ini mayoritas penduduk kota Manado berasal dari suku Minahasa, karena wilayah Manado merupakan berada di tanah/daerah Minahasa. Penduduk asli Manado adalah sub suku Tombulu dilihat dari beberapa nama kelurahan di Manado yang berasal dari bahasa Tombulu, misalnya: Wenang (Pohon Wenang/Mahawenang - bahan pembuat kolintang), Tumumpa (turun), Mahakeret (Berteriak), Tikala Ares (Walak Ares Tombulu, dimana kata 'ares' berarti dihukum), Ranotana (Air Tanah), Winangun (Dibangun), Wawonasa (wawoinasa - di atas yang diasah), Pinaesaan (tempat persatuan), Pakowa (Pohon Pakewa), Teling (Bulu/bambu untuk dibuat peralatan), Titiwungen (yang digali), Tuminting (dari kata Ting-Ting: Lonceng, kata sisipan -um- berarti menunjukkan kata kerja, jadi Tuminting: Membunyikan Lonceng), Pondol (Ujung), Wanea (dari kata Wanua: artinya negeri), dll.; sedangkan daerah Malalayang adalah suku Bantik, suku bangsa lainnya yang ada di Manado saat ini yaitu suku Sangir, suku Gorontalo, suku Mongondow, suku Arab, suku Babontehu, suku Talaud, suku Tionghoa, suku Siau dan kaum Borgo. Karena banyaknya komunitas peranakan arab, maka keberadaan Kampung Arab yang berada dalam radius dekat Pasar '45 masih bertahan sampai sekarang dan menjadi salah satu tujuan wisata agama. Selain itu terdapat pula penduduk suku Jawa, suku Batak, suku Makassar dan suku Minangkabau Suku Aceh.

Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Hindu, Buddha dan agama Konghucu. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang beragama Kristen 62,10 persen, Katolik 5,02 persen, sedangkan Muslim 31,30 persen dan sisanya beragama lain. Meski begitu heterogennya, namun masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Kota Manado dapat dikatakan relatif aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat Manado yaitu Torang samua basudara yang artinya "Kita semua bersaudara".

Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, "Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa. Seiring perkembangan jaman kata "Kawanua" sendiri sering digunakan bagi para masyarakat Manado yang tinggal diluar Kota Manado atau tinggal jauh dari Kota Manado.

Makanan khas dari Kota Manado antara lain, Tinutuan yang terdiri dari berbagai macam sayuran. Tinutuan bukanlah bubur, sebagaimana selama ini orang mengatakannya sebagai bubur Manado

Simak video untuk sedikit gambaran mengenai Manado.